“Kak,
lagu yang di film Twilight itu yang nyanyi siapa ya?”
Tiba-tiba Umi bersuara. Umi, begitu
aku memanggil Ibuku, memecah keheningan kita berdua saat melipat pakaian
bersama. Malam itu, aku yang kena giliran melipat pakaian. Kalau Umi tak meminta
aku, pasti Fahmi, adek ku yang diminta untuk melipat pakaian yang telah dicuci.
Sebagai anak tertua, biasanya memang aku yang mengalah bila adekku tidak mau
melipat baju. Malam itu, Umi juga ikut membantu.
“Yang mana, mi? A Thousand Year?”
Jawabku memastikan. Aku sudah tahu pasti lagu itu yang Umi maksud. Umi sudah
menanyakannya berkali-kali. Mungkin Umi lupa lagi.
“Iya, yang di film itulah pokoknya.”
“Oh, itu yang nyanyi Cristina Perry”
“Owalah, Katy Perry toh.” Benar dugaanku,
Umi salah sebut lagi.
“Bukan Katy Perry, Umi.. Cristina
Perry.. Cristina.. bukan Katy. Yang nyanyi Cristina Perry, judulnya A Thousand
Years.” Umi sedang kecanduan lagu itu. Soundtrack film itu Umi pertama kali dengar
setelah melihat film Twilight. Dimanapun Umi berada, apapun yang Umi kerjakan
Umi selalu saja berdeham menyanyikan lagu itu. Tak peduli apakah penghuni rumah
terganggu atau tidak, yang penting Umi berdeham saja.
“Ah, pokoknya itulah. Bisa kan kakak
tulis lirik lagu itu? Kakak kan pinter bahasa inggris.” Dalam batin ini berkata
“Pintar dari mana, Mi? Kalau ngerjain soal bahasa inggris aku sanggup, tapi
kalau mendengarkan lagu berbahasa inggris lalu menulis liriknya aku tak yakin bisa
melakukannya.” Yah, demi Umi aku iya kan sajalah. “Hmm Iya deh, mi. Ntar aku
tulis.” Aku dapat ide, cari saja di mbah google lalu salin di kertas, selesai
masalah. Mungkin setelah aku tulis lirik lagu di kertas, Umi akan
menyanyikannya dengan lirik yang benar.
“Ini, Mi. Lirik lagu yang Umi minta.” Esok
harinya, Kusodorkan selembar kertas itu saat Umi sedang memasak di dapur,
sambil berdeham tentunya.
“Terima kasih ya, Kak.” Umi sumringah
menerima kertas itu. Umi menyabitkan senyumnya.
Aku senang, bisa membuat Umi senang.
Meski hanya karena sebuah lirik lagu. Tak ayal, setelah menerima kertas lirik
tadi, Umi langsung bernyanyi. Bukan berdeham lagi.
Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt suddenly goes away somehow
One step closer
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid
I have loved you For a thousand years
I'll love you for a thousand more
Belakangan,
aku tahu kalau kertas lirik yang aku berikan, Umi tempel di pintu almari
pakaiannya. Sepertinya Umi tak ingin kertas itu hilang. Ya, biarlah. Yang
penting Umi menyukainya.
***
“Kak,
bisa download film Breaking Down Part II ndak? Di kaset ini ndak ada.”
Datang satu permintaan
lagi. Hah, permintaan ini ada sangkut-pautnya dengan lagu A thousand Year. Berkat
lagu itu, Umi jadi suka juga melihat film Twilight. Kaset film bajakan harga 6
ribu di pasar pun dibelinya. Twilight, New Moon, Eclipse, Breaking Dawn Part I.
Empat film sekuel Twilight ada dalam kaset itu. Kurang satu film, sekuel
terakhir, Breaking Dawn Pat II. Pantas saja Umi meminta ku untuk mendownloadnya.
“Ya
pantaslah, Mi belum ada. Breaking Dawn Part II kan masih baru. Di internet juga
pasti belum ada. Belum bisa didownload.” Kataku menjelaskan.
“Hmm,
begitu ya. Yauda nanti kalau sudah ada kakak download ya?”
“Aku
ndak pernah download film, Mi. Gak tahu caranya. Film yang ada di laptop itu
aku dapat dari minta teman di pondok.”
“Yaudah,
nanti kalau teman kakak ada yang punya film itu minta ya?” Umi masih ngotot
saja
“Iya
deh, Mi. Nanti aku minta. InsyaAllah.” Jawabku pasrah.
***
Sore, 12 Februari
2013
“Panggilan
kepada Ananda Izzuddin Ibrahim dan Ihsanul Fahmi, diharap untuk ke kantor
segera. Ada keluarga yang menjemput.”
Speaker
pondok sore itu menyebut namaku dan Adikku. Ya, kita belajar di pondok yang
sama. Aku kemasi beberapa barang dalam lemariku. Lalu menjemput Adik di kamar
yang lain. Aku sudah tahu, jika ada keluargaku yang menjemput, pasti akan
diajak ke Rumah Sakit Islam Yakis Kudus. Berkali-kali aku pulang pergi dari
pondok ke Rumah Sakit. Sudah beberapa bulan Umi opname di sana. Kanker ovarium
stadium 4 menggerogoti tubuhnya. Ya
Allah.. Sembuhkanlah Umi.
Sampai
di Rumah Sakit, kami bergegas ke kamar Umar bin Khattab, kamar tempat Umi
dirawat. Di depan kamar, sudah berkumpul banyak handai taulan.
“Ibrahim,
Fahmi, cepat masuk ke kamar. Temui Umimu.” Pinta Budhe Yun, kakak dari bapakku.
“Assalamu’alaikum”
Kubuka pintu kamar.
Deg.
Jantung terasa berhenti sepersekian detik. Serasa ada angin berhembus,
mendirikan bulu kuduk. Nafas panjang aku ambil. Mata ini sudah sembab. Tak kuat
lagi melihat keadaan Umi. Perutnya buncit. Dagingnya entah kemana, tulang
belulang tercetak jelas. Kepala botak, rambutnya rontok, efek dari kemoterapi
yang Umi jalani demi kesembuhannya. Aku lihat Om Slamet, adik Umi, membacakan
Surah Yasin disamping kanan Umi. Abi, bapakku, begitu aku memanggil beliau,
memegang tangan Umi, sambil mendekatkan wajahnya ke telingga kiri Umi,
mengejakan dua kalimat syahadat, untuk terakhir kalinya. Om, Tante, Kakek, Aku,
Adik-adikku mengelilinggi ranjang Umi. Tak berapa lama, Umi mengejang, badannya
naik turun, mengerang panjang, hingga Umi berhenti dari sakaratul mautnya,
menghembuskan nafas terakhirnya. Inna Llillahi Wa Inna Ilaihi Roji’uun..
***
Malam, 12 Februari
2014
“Kak,
tolong pakaian yang sudah Ibu lipat masukin ke almari.” Pinta ibu tiriku
“Iya,
bu.” Kulepas earphone, meninggalkannya tetap menyala, meninggal flashdisk yang
dari tadi kupegang, beranjak dari tempat tidurku.
Ya,
sekarang aku punya Ibu tiri. Melihat Abi kepayahan mengurus lima orang anak
seorang diri, aku setuju saja saat Abi ingin menikah lagi. Aku memanggil
penerus Umi ini, Ibu. Aku bilang sebagai
penerus, karena sosok Umi tak bisa digantikan sampai kapanpun.
“Itu
pakaian Abi masukan ke almari.” Perintah ibu.
“Iya,
bu.” Jawabku patuh.
Aku ambil tumpukan
pakaian Abi yang telah rapi itu. Membawanya ke kamar Abi, hendak memasukkannya
ke almari yang ada di sana. Sampai di depan almari, tak segera kubuka pintu
almari. Kukulum senyum melihat selembar kertas yang menempel di pintu almari.
Almari Abi dan Umi memang menjadi satu. Sama seperti perasaan mereka berdua
yang selalu menyatu. Ya meskipun Abi sekarang sudah menikah lagi, Aku yakin Abi
tetap mencintai Umi, selamanya. Buktinya sudah satu tahun sepeninggal Umi,
kertas lirik itu masih menempel saja. Teringat sebelum Abi menikah dengan Ibu
tiriku, Adikku, Fahmi bertanya pada Abi “Apakah Abi masih mencintai Umi?” Abi
menjawab “Abi cinta Umi selamanya”
Kubuka
pintu almari, memasukkan pakaian, kembali lagi ke kamarku. Kuambil flashdisk
yang ternyata jatuh ke lantai. Kupandangi flashdisk itu cukup lama, serasa
punya kekuatan super hingga bisa melihat file film Breaking Dawn Part II yang
ada di dalamnya. Ah, sayang Umi tak sempat melihat film itu. kuhempaskan
kembali tubuh ini ke ranjang, hendak melanjutkan mp3 handphoneku yang sempat terhenti. Kupasang earphone,
kutekan tombol segitiga yang pucuknya di kanan itu. Cristina Perry kembali
bernyanyi.
I have died everyday waiting for you
Darling don't be afraid
I have loved you For a thousand years
I'll love you for a thousand more