Sungguh
benar kata khalayak, Cinta itu buta.
Saat manusia
rasakan cinta, semua bisa dilakukan demi sang tercinta.
Cinta butakan
pungguk, hingga dia berani rindukan bulan.
Cinta butakan
Bandung Bondowoso, hingga dia buat 1000 candi.
Cinta butakan
Bilal bin Rabah, hingga dia kuat disiksa.
Cinta butakan
Mush’ab bin Umair, hingga dia jatuh miskin.
Atas nama cinta,
Ibu taruhkan nyawanya demi kelahiran sang tercinta.
Atas nama
cinta, Ayah jatuhkan peluhnya demi kehidupan sang tercinta.
Sungguh benar kata khalayak, Cinta itu buta.
Cinta itu buta dan harus buta.
Cinta harus buta, agar manusia jadi kuat.
Kuat melawan ketidakberdayaan.
Cinta harus
buta, agar manusia jadi berani.
Berani
melawan ketakutan.
Cinta harus
buta, agar manusia jadi pejuang.
Pejuang
melawan keputusasaan.
Cinta harus
buta, agar manusia jadi yakin.
Yakin
melawan keraguan.
Cinta harus
buta, agar manusia tak melirik.
Tak melirik
kepedihan.
Begitulah resiko mencintai, manusia jadi buta.
Buta akan ketidakberdayaan.
Buta akan ketakutan.
Buta akan keputusasaan.
Buta akan keraguan.
Buta akan kepedihan.
Begitulah resiko mencintai, manusia jadi kuat.
Begitulah resiko mencintai, darah siap
tertumpah.
Begitulah resiko mencintai, harta sudi
dikeluarkan.
Begitulah resiko mencintai, harga diri rela
terinjak.
Begitulah resiko mencintai, nyawa siap
melayang.
Apa yang salah? Tak ada.
Karena begitulah resiko mencintai.
Yang salah jika, saat cinta tidak berdasar
pada Yang Maha Cinta,
saat cinta kepada Yang Maha Cinta kalah oleh
sang tercinta.
.
0 komentar:
Posting Komentar